__________________________________________________________________________________

| Nawawi | Aqeedah | Fiqh | Anti Syirik | Galeri Buku | Galeri MP3 | U-VideOo |
__________________________________________________________________________________

Monday, June 18, 2007

Topic 007: Mambantah Bab Berdoa Kepada Allah Melalui Perantara Orang Yang Mati (Bertawassul)

groMambantah Bab Berdoa Kepada Allah Melalui Perantara Orang Yang Mati (Bertawassul)

Oleh:Nuur Fakhrul as-ShiddiQ
http://groups.yahoo.com/group/pmh-uitm

Maka sesungguhnya kamu tidak akan mampu menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang. (ar-Ruum (30): 52)

Berikut saya bawakan petikan daripada Tafsir Ibnu Katheer , edisi English (terbitan Darussalam), berkenaan ayat di atas:

Allah says, `just as you are not able to make the dead hear in their graves, or to make your words reach the deaf who cannot hear and who still turn away from you, so too you cannot guide the blind to the truth and bring them back from their misguidance.' That is a matter which rests with Allah, for by His power He can make the dead hear the voices of the living if He wills. He guides whom He wills and sends astray whom He wills, and no one but He has the power to do this. Allah says:

(you can make to hear only those who believe in Our Ayat, and have submitted (to Allah in Islam).) means, those who are humble and who respond and obey. These are the ones who will listen to the truth and follow it; this is the state of the believers; the former (being deaf and blind) is the state of the disbelievers, as Allah says:

(It is only those who listen will respond, but as for the dead, Allah will raise them up, then to Him they will be returned.) (6:36) `A'ishah, the Mother of the faithful, may Allah be pleased with her, used this Ayah -- (So verily, you cannot make the dead to hear) as evidence against `Abdullah bin `Umar when he reported that the Prophet had addressed the slain disbelievers who had been thrown into a dry well three days after the battle of Badr, rebuking and reprimanding them, until `Umar said, "O Messenger of Allah, are you addressing people who are dead bodies'' He said:

(By the One in Whose Hand is my soul, you do not hear what I say any better than they do, but they cannot respond.) s`A'ishah interpreted this event to mean that the Prophet was making the point that now they would know that what he had been telling them was true. Qatadah said: "Allah brought them back to life for him so that they could hear what he said by way of rebuke and vengeance.''

“Dan tidaklah (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada mampu menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar. (Faathir (35): 22)

Berikut pula adalah nas-nas daripada hadis-hadis yang menolak kebolehan orang yang mati itu mendengar doa (permintaan) daripada orang yang hidup, selanjut menolak hujah bahawa kita boleh bertawassul kepada orang yang telah mati:

Narrated Hisham's father:

It was mentioned before 'Aisha that Ibn 'Umar attributed the following statement to the Prophet "The dead person is punished in the grave because of the crying and lamentation Of his family." On that, 'Aisha said, "But Allah's Apostle said, 'The dead person is punished for his crimes and sins while his family cry over him then." She added, "And this is similar to the statement of Allah's Apostle when he stood by the (edge of the) well which contained the corpses of the pagans killed at Badr, 'They hear what I say.' She added, "But he said now they know very well what I used to tell them was the truth." 'Aisha then recited: 'You cannot make the dead hear.' (30.52) and 'You cannot make those who are in their Graves, hear you.' (35.22) that is, when they had taken their places in the (Hell) Fire. (Bukhari :: Book 5 :: Volume 59 :: Hadith 316)

Narrated Abu Talha:

On the day of Badr, the Prophet ordered that the corpses of twenty four leaders of Quraish should be thrown into one of the dirty dry wells of Badr. (It was a habit of the Prophet that whenever he conquered some people, he used to stay at the battle-field for three nights. So, on the third day of the battle of Badr, he ordered that his she-camel be saddled, then he set out, and his companions followed him saying among themselves." "Definitely he (i.e. the Prophet) is proceeding for some great purpose." When he halted at the edge of the well, he addressed the corpses of the Quraish infidels by their names and their fathers' names, "O so-and-so, son of so-and-so and O so-and-so, son of so-and-so! Would it have pleased you if you had obeyed Allah and His Apostle? We have found true what our Lord promised us. Have you too found true what your Lord promised you? "'Umar said, "O Allah's Apostle! You are speaking to bodies that have no souls!" Allah's Apostle said, "By Him in Whose Hand Muhammad's soul is, you do not hear, what I say better than they do." (Qatada said, "Allah brought them to life (again) to let them hear him, to reprimand them and slight them and take revenge over them and caused them to feel remorseful and regretful."). (Bukhari :: Book 5 :: Volume 59 :: Hadith 314)

Narrated Ibn Umar:

The Prophet stood at the well of Badr (which contained the corpses of the pagans) and said, "Have you found true what your lord promised you?" Then he further said, "They now hear what I say." This was mentioned before 'Aisha and she said, "But the Prophet said, 'Now they know very well that what I used to tell them was the truth.' Then she recited (the Holy Verse):-- "You cannot make the dead hear... ...till the end of Verse)." (30.52) (Bukhari :: Book 5 :: Volume 59 :: Hadith 317)

---------------

Hadis-Hadis Yang Lain:

Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahih-nya dari Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajarkan kepada mereka (para sahabatnya) jika mendatangi pekuburan agar mengucapkan;

“Ertinya: Keselamatan atas kalian, wahai penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Kami insya Allah akan menyusul kalian. Kalian adalah pendahulu kami. Aku meminta kepada Allah kesejahteraan untuk kami dan kalian” (Ahmad II/300, 375,408. V/353,359,360. VI/71,76,111,180,221. Muslim dengan Syarh Nawawi VII/44,45. Nasa’i IV/94 dan Ibnu Majah I/494)

Para Khalifah yang Empat dan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain serta Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik telah menjalankan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, iaitu dengan berdoa kepada Allah untuk kesejahteraan diri sendiri dan untuk orang yang telah pergi (meninggal dunia) dan bukan sebaliknya dengan meminta (bertawassul) kepada orang yang di dalam kubur itu. Hadis di atas tidak langsung menunjukkan bahawa orang yang mati itu mendengar apa yang kita perkatakan.

Penyalahgunaan ayat 169 Surah Ali Imran

Ada sebahagian kelompok, menyatakan bahawa orang yang mati itu hidup, terutamanya para ‘anbiya’, ulama, para syuhada, wali, dan lain-lain dengan berdasarkan ayat 169 daripada surah ali Imran. Dengan itu, mereka menyatakan bahawa kita boleh menjadikan mereka sebagai perantara untuk memperkenankan doa kita dengan menjadi penghubung kita dengan Allah kerana mereka berada di sisi Allah.

“Dan jangan sekali-kali Engkau menyangka orang-orang Yang terbunuh (yang gugur Syahid) pada jalan Allah itu mati, (Mereka tidak mati) bahkan mereka adalah hidup (secara istimewa) di sisi Tuhan mereka...” (Ali Imran: 169)

Sebenarnya, di dalam ayat ini sendiri tidak langsung menyatakan bahawa orang yang syahid dan hidup di sisi Allah itu mampu menjadi perantara untuk memperkenankan doa. Dan selanjutnya, kita sendiri tidak tahu mereka berada di mana di sisi Allah itu. Sedangkan para malaikat sendiri yang naik kepada Allah pun tidak mampu menjadi perantara kita dengan Allah, inikan pula orang yang telah mati yang kita tidak tahu mereka di mana. Tidaklah lain, sebenarnya mereka hanya menggunakan akal dan sangkaan nafsu semata-mata mentakwil ayat tersebut.

“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya). (an-Najm (53: 26)”

Berkenaan Pergi Ke Kubur Dan Bertawassul Dengan Orang Kuburan:

Allah s.w.t. berfirman:

“Ertinya: Katakanlah, ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai bahan sembahan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagiNya” (Saba (34): 22)

Sabda Rasulullah s.a.w:

“Ertinya: Janganlah kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan dan jangan jadikan kuburku sebagai tempat perayaan (beribadat), dan bersalawatlah atasku, sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku bagaimanapun keadaan kalian” (Hadits Riwayat Tirmidzi V/157, Abu Dawud II/534, dan Ibnu Majah I/348 di dalam Sunan)

Sedangkan yang berkenaan dengan beribadah kepada Allah di kuburan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang yang demikian itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Ertinya: Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi. Mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah).” (Hadits Riwayat Bukhari da Muslim)

Larangan menjadikan kubur sebagai masjid (tempat ibadah) mengandungi larangan menjadikan kubur sebagai tempat beribadah kepada Allah atau untuk beribadah kepada selain-Nya, sama saja apakah terdapat bangunannya ataupun tidak.

Adapun (perbuatan) mendatangi penghuni kubur lalu berdoa kepadanya dan meyakini bahwa dia memiliki manfaat dan mudharat (bahaya), maka perbuatan ini adalah syirik besar. Melalui hadis tersebut juga Nabi s.a.w hanya menyatakan bahawa yang sampai adalah selawat ke atas beliau (Nabi s.a.w) dan bukannya doa atau pun sebarang permintaan.

Firman Allah s.w.t:

“Ertinya: Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” (Al-Ikhlas (112): 4)
Dan di dalam hadits qudsi;

“Ertinya: Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang didalamnya dia mempersekutukan Aku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (Hadits Riwayat Muslim)

Sabda Baginda Rasulullah s.a.w lagi;

Janganlah kamu meninggalkan gambar kecuali engkau telah menghancurkannya dan tidak pula kubur yang diagungkan melainkan engkau telah meratakannya” (Imam Ahmad I/96, 129. Muslim dengan Syarah Nawawi VII/36. Nasai IV/88,89 dan Tirmidzi III/366.)

Dan telah tetap dari Nabi s.a.w. bahawa beliau melarang mengapuri kubur, duduk di atasnya, dan dibuat bangunan di atasnya. (Lihat Hadits Riwayat Imam Ahmad III/295, 399. Muslim dengan Syarah Nawawi VII/37. Tirmidzi III/368. Abu Dawud III/552. Nasai IV/86,87. Ibnu Majah I/498)

Allah menghendaki Kita Bertawakkal dan berserah hanya kepada Allah s.w.t:

“Ertinya: Maka bertawaqallah kamu kepada Allah menurut kesanggupannmu” (At-Taghabun: 16)

“Ertinya: Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (Al-An’am: 162-163)

Berdoalah Kepada Allah (Allah mengarahkan agar berdoa kepada-Nya secara terus tanpa ada tawassul kepada zat selainnya):

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (al-Baqarah (2): 186)

Tidak Berdoa Dan Beribadah Sambil Menyekutukan Allah:

"Dan bahawa sesungguhnya masjid-masjid itu untuk (ibadat kepada) Allah semata-mata; maka janganlah kamu seru dan sembah sesiapapun bersama-sama Allah. "Dan bahawa sesungguhnya, ketika hamba Allah (Nabi Muhammad) berdiri mengerjakan Ibadat kepada-Nya, mereka hampir-hampir menindih satu sama lain mengerumuninya". Katakanlah (Wahai Muhammad): "Sesungguhnya Aku hanyalah beribadat kepada Tuhanku semata-mata, dan Aku tidak mempersekutukan-Nya Dengan sesiapapun". (al-Jin (72): 18-20)

Berkenaan Syafa’at Daripada Nabi s.a.w.:

Dalam hal ini, adalah sebenarnya syafa’at belum diberikan kepada sesiapa pun lagi pada masa ini. Maka, adalah suatu tindakan yang batil apabila seseorang itu berdoa memohon syafa’at daripada Rasulullah s.a.w ketika di waktu ini. Sedangkan perihal syafa’at itu hanyalah berlangsung di hari kiamat kelak. Dalilnya adalah hadith riwayat Muslim daripada Kitab al-Iman, dan ad-Darimi bahawa Rasulullah s.a.w. telah bersabda:

“Aku adalah orang yang pertama yang memberi syafa’at di syurga dan aku adalah nabi yang paling banyak bilangan pengikutnya.”

Malah di dalam hadis-hadis yang lain di dalam sahih Muslim, kitab al-Iman (oleh Imam Muslim) menyatakan bahawa manusia pergi kepada nabi-nabi bermula dengan Adam a.s., Nuh a.s., Ibrahim a.s., Musa a.s., dan ‘Isa a.s., untuk mendapatkan syafa’at melalui mereka supaya mempercepatkan hisab di hari kiamat serta dimasukkan ke dalam syurga. Kesemua nabi-nabi tidak mampu melakukannya melainkan setelah Rasulullah s.a.w. menyembah Allah s.w.t. lalu dikurniakan syafa’at kepadanya. Di dalam bab yang sama juga, imam Muslim telah meriwayatkan daripada Abu Hurairah, hadith berikut:

“Bagi setiap nabi (telah diberi peluang) permintaan yang dikabulkan. Maka setiap nabi yang lain telah mempercepatkan permintaannya masing-masing. (Tetapi) sesungguhnya aku (nabi s.a.w.) telah menyimpan permintaan aku (untuk mendapatkan) syafa’at bagi umatku di hari kiamat kelak dan ia (syafa’atku ini) adalah dikurniakan jika dikehendaki Allah s.w.t. kepada sesiapa yang mati dari umatku yang tiada mensyirikkan Allah dengan sesuatu.”

Hadis-hadis yang lain:

“Sesungguhnya syafa'atku diperuntukkan bagi umatku yang sama sekali tidak berbuat syirik kepada Allah.” (Hadis Riwayat Ahmad)

No comments: